Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2014

Pagi itu, di puncak bukit di desa tertinggi di Pulau Jawa

Tepat pukul 03.00 WIB alarm Handphone berbunyi nyaring memecah mimpi yang menggerumbuli alam pikiran dari tadi. Selimut tebal segera ku angkat dan dingin yang menusuk tulang pun menyeruak kuat. Dari atas kasur aku berjalan pelan ke kamar mandi dan mencuci muka,lalu berwudhu, luar biasa dingin, sungguh tak pernah ku rasakan dingin yang teramat seperti ini. Iya, pagi itu di Dieng, Dataran tinggi yang termasyur akan keindahan alamnya. Bergegas saya mempersiapkan barang-barang untuk melakukan pendakian "kecil" ke Bukit Sikunir, bukit yang  konon dari sana lah fajar terindah di se antero Jawa akan didapatkan, iya, orang-orang memanggilnya Golden Sunrise. Hem.. saya tak sendirian, bersama seorang sahabat saya akan melakukan perjalanan untuk menyaksikan keagungan Allah yang satu ini. Segera kami berangkat menuju Desa Sembungan, desa tertinggi di Pulau Jawa. Jalan menuju ke sana tak terlalu mulus, karena malam yang memberikan gelap, mungkin. Tapi juga karena dingin yang luar biasa

Barangkali senja tak mengijinkan

Barangkali senja sore ini tak mengijinkan untuk sekedar menebar benih bahagia dalam jiwa. Sembari pagi menyapa, mau tak mau setiap hari yang berharga terlalui. Sebuah makna yang teramat sulit untuk dimengerti, entah aku harus diam atau bicara, maka menulis menjadi pilihan melepas penat dalam sukma. Ah, sekalipun saya berusaha untuk berlari sejauh apapun, toh semuanya tetap sama kan? Ah, sepertinya tidak, mungkin dirimu saja yang katakan seperti itu pada hati dan pikirmu. Namun, hal itu tak kan sampai, tak akan pernah sampai. Memang gurat wajah ku tak seperti dulu, sudah terlalu banyak pemikiran yang membuat kerut muka bertambah seiring bertambahnya usia. Sedikit saya mengerti, namun banyak hal dan hikmah belum mampu terungkap. Kesabaran dan nafas yang terus dihembuskan ini seolah , perlahan , pelan mulai usang karena lorong ini begitu panjang. Gelap, kadang ada sinar yang menyapa, kadang ada sinar yang mengajak ke arahnya. Hem, namun semua tetap gelap. Keinginanku akan adanya sin

Untuk dia yang entah tak tahu dia itu siapa

Pada akhirnya diam ini jadi cara, ketika tak ada lagi jalan yang bisa dipilih. Pada akhirnya luka ini akan tetap ada, entah sampai kapan kan ku simpan. Hingga sebait-dua bait pusi tak berima kutuliskan. Hingga kadang lagu tak ber melodi kunyanyikan. Dalam hening semua itu akan terjaga , semoga Ketika ingin hati berkata, ketika ingin sukma memeluk Maka biarkan canda dan senyum darinya jadi penawar Aku pun mengenal lelah, kala memang semua tak nampak Aku pun mengenal lelah, kala kaki berhenti melangkah Sejenak aku pun diam, bukan karena rasa ini terbungkus lalu ku buang Sejenak aku pun mengusap , mengelus dan merebah Pada akhirnya, jalan ini menjadi pilihan, iya pilihan Kadang ada yang menguatkan, kadang pula aku butuh untuk dikuatkan Mungkin sajak yang tak berima ini akan menghilang, melayang dan tak tentu arah Atau aku yang akan musnah, remuk dan butuh untuk dipapah Pada akhirnya diam ini jadi rindu, setumpuk – dua tumpuk kan menggores kalbu Ketika yang